Entri Populer

Rabu, 23 Februari 2011

Kisah Sukses Pengusaha Stempel


Budi Hariyanto Sukses Kelola Usaha Stempel
Pernah Jadi Kuli Bangunan, Kini Punya 12 Cabang

Menggapai sukses tak mudah. Perlu kerja keras dan semangat tinggi. Seperti yang dilakukan Budi Haryanto, pengusaha stempel yang cukup ternama di Magelang. Bagaimana kisahnya?

SIROJUL MUNIR

Kios stempel Padat Karya cukup dikenal di Kota dan Kabupaten Magelang. Bisa dikatakan merajai usaha serupa, karena sudah ada 12 cabang tersebar di Magelang. Kini usaha tersebut berkembang, tidak hanya stempel tapi juga fiber, papan nama, tropi, piala dan piagam.
Aalah Budi Hariyanto atau akrab dipanggil Hari yang mengelola bisnis tersebut. Hari memulai usaha stempel pada 1984. Sebelumnya, ia merupakan pembuat suvenir gelang yang dijajakan dengan boks untuk anak yang dibelah  menjadi dua dan diberikan roda.
”Dulunya saya menjual suvenir dan mainan anak tapi rugi. Saya melihat di sebelah saya membuat stempel. Akhirnya saya meniru untuk membuat, tapi menderita rugi,” terang lulusan SMP ini mengenang perjuangan waktu dulu.
Awal memulai usaha, selalu mengalami kerugian. Usaha jasanya tidak laku. Bahkan pada hari pertama buka, tidak ada yang memesan karena usaha serupa sangat banyak. Terlebih pada waktu itu stempel belum banyak digunakan ditambah waktu buka dimulai pagi hari sampai jam 14.00 siang.
”Saya memutuskan untuk jualan tidak hanya sampai jam dua siang, tetapi sampai malam. Bahkan kalau belum laku tidak pulang,” ungkap bapak dua anak ini.
Ketua Pedagang Kaki Lima Jalan Pemuda Kota Magelang ini dengan raut wajah serius dan semangat menceritakan, tekad berjualan sampai malam akhirnya membuahkan hasil. Pertama kali buka sampai malam, langsung mendapatkan pesanan enam stempel.
”Pesanan ini saya buat sendiri sampai pagi hari. Hasilnya tidak begitu memuaskan pelanggan, bahkan dapat komplain karena jelek,” kata dia sambil menerangkan cara pembuatan stempel manual.
Usaha yang digeluti tidak semulus yang dibayangkan. Karena didera rugi, ia memutuskan alih usaha. Suami Siti Zaenab ini memutuskan menjadi kuli bangunan, menjajal pedagang mainan, asongan bahkan juga jadi pedagang musiman.
Menjadi kuli dan pedagang asongan penghasilan yang didapat tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. Setelah dipikir berulang kali, dia memutuskan untuk membuat stempel kembali nyambi berdagang musiman.
”Menjadi kuli tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Tempat tinggal masih ngontrak dan berpindah-pindah tempat. Saya memutuskan kembali menekuni usaha stempel yang pernah saya tinggalkan,” papar pria kelahiran 27 Juli 1962 ini.
Tekad membuat stempel lagi, akhirnya membuahkan hasil. Pertama kali buka langsung mendapatkkan pesanan 26 stempel yang harganya Rp 2.500 per buah. Pesanan tersebut datang bertepatan dengan istrinya melahirkan anak pertama yang menghabiskan biaya Rp 74 ribu ”Pendapatan dari pembuatan stempel bisa untuk membiayai biaya kelahiran anak,” akunya seraya tersenyum.
Demikianlah dengan bekal semangat, keuletan dan pantang menyerah, semakin lama usahanya berkembang pesat. Ia mendapat kepercayaan besar dari para pelanggannya karena stempel buatannya memuaskan.
Kini, ia membuka 12 cabang kios stempel dan jasa pembuatan papan nama, fiber, piala dan piagam. Ia sangat bersyukur dengan apa yang dihasilkan sekarang. Berkat usaha itu, Hari berhasil menyekolahkan 2 anaknya di perguruan tinggi, memiliki mobil dan rumah besar. ”Setelah melewati berbagai rintangan, akhirnya saya mempunyai 12 cabang dan membuka lapangan kerja,” kata dia. Kini si sulung membantu usahanya. Kelak dia menggantikan usaha yang dirintis ayahnya dengan susah payah.(*)

Senin, 14 Februari 2011

Getuk Magelang Eco

SIROJUL MUNIR/RADAR KEDU
SUKSES-Ridwan Purnomo memutuskan menjadi pengusaha gethuk dan meninggalkan pekerjaan sebagai karyawan.


Kisah Sukses Ridwan Purnomo, Pemilik Gethuk Eco
Bosan Jadi Karyawan, Sukses Jualan Gethuk

Sukses menjadi karyawan di perusahaan pengolahan cengkeh, tidak menjadikan Ridwan Purnomo puas. Bahkan ia memutuskan untuk keluar dan mendirikan wirausaha gethuk. Bagaimana kisahnya ?

SIROJUL MUNIR, Magelang  

Makanan gethuk memang tidak asing lagi bagi masyarakat Magelang atau yang pernah mampir ke kota ini. Namun dari kota ini, terdapat berbagai merk gethuk yang beredar di pasaran. Salah satu yang terkenal adalah merk Eco yang pusatnya berada di Jalan DI Panjaitan no 289 Kota Magelang.

Toko Gethuk Eco yang menyediakan makanan yang berasal dari ketela pohon ini, milik Ridwan Purnomo. Ridwan merupakan gambaran seorang karyawan yang berubah menjadi mengusaha hingga mencapai kesuksesan seperti saat ini.

Ridwan memulai bisnis gethuk pada tahun 1978. Sebelum itu, ia merupakan karyawan sebuah pabrik pengolahan cengkeh. Mencium peluang usaha dari gethuk lebih besar, ia kemudian memutuskan untuk berhenti kerja yang telah digelutinya selama 5 tahun dan memulai wiraswasta.

”Saya memutuskan untuk membuat gethuk karena sudah bosan jadi karyawan dan ingin membuat usaha sendiri,” terang bapak tiga anak ini.

Di tahun-tahun awal usahanya, ia hanya menitipkan gethuk buatannya ke toko-toko. Jika tak laku, ia sendiri yang akan mengambil kembali. Berkeliling dari toko ke toko ia lakukan bersama sang istri Susi Inawati sekitar 2 tahun lamanya. Sekitar tahun 1980, usahanya mulai melebar. Gethuk yang saat itu belum memiliki merek, menjadi makanan kecil bagi penumpang sejumlah travel.  

“Pada tahun 1980, saya bekerja sama dengan pebisnis travel dan menyediakan gethuk bagi penumpang di dalam bus. (Saat itu) belum mempunyai nama dan dibungkus dengan kertas jambon atau pink” ceritanya.

Ketika usahanya mulai berkembang, pria yang mengenyam pendidikan hingga SMA ini lantas mencari nama yang cocok bagi gethuk bikinannya. Hingga muncul kata Eco dalam benaknya. Eco merupakan kata dalam bahasa Jawa yang artinya enak. Selain itu Eco juga bisa merupakan singkatan dari enak dan cocok. Dipilihlah kata ini untuk gethuk bikinannya dengan harapan akan menjadi makanan ringan yang enak dan cocok untuk oleh-oleh.

Selain itu, ciri khas gethuk Eco sampai sekarang adalah bungkus yang digunakan menggunakan warna jambon atau merah muda. Warna ini dipilih karena pembuatan gethuk dilakukan di kampung Jambon Kelurahan Cacaban Kecamatan Magelang Tengah. Hingga saat ini, ada 3 variasi rasa yang ia buat, yakni vanilla, coklat dan framboze.

Untuk mempertahankan pelanggan, Ridwan selalu berusaha menjaga mutu gethuk yang dijualnya. Faktor kebersihan merupakan salah satu hal yang selalu diperhatikannya. Oleh sebab itu, setiap bahan yang digunakan selalu beracuan pada standar balai pengawasan obat dan makanan.

”Setelah melewati berbagai cobaan pembuatan gethuk dan pemasaran, saya sudah bisa memperkerjakan sepuluh karyawan yang membantu dalam pembuatan,” terangnya.

Dari usaha ini, ia berhasil menyekolahkan seluruh anaknya hingga lulus perguruan tinggi. Bahkan anak sulungnya sudah menggantikan dirinya sebagai penerus usaha ini. ”Untuk sekarang usaha gethuk sudah banyak yang membuat, tetapi harus ada perhatian dari pemerintah untuk menunjang adanya promosi wisata yang ada di kota Magelang,” harap pria kelahiran 1951 ini. (*/lis)